Bersantap Sembari Mengikuti Narasi versi Joongla
Bersantap Sembari Mengikuti Narasi versi Joongla – mengikuti narasi mengenai persembahan yang dimakan terasa jadi pengalaman unik
Bersantap versi fine dining sambil didongengi si chef peracik menu tidak cuma buat alat pencetakan terlena, gali77 namun pula buat batin penuh senang. Serasa dijamu di rumah si chef.
Rancangan penyajian senang dining plus menceritakan( storytelling) dengan bentuk versi omakase semacam itu cuma dapat dirasakan dikala menjajaki restoran pop- up Joongla yang terletak di Bandung, Jawa Barat. Dalam hajatan ini, partisipan ikut dibawa para chef menyampaikan buatan masakannya.
Diawali dari meracik, memasak, menghidangkan makanannya langsung di hadapan partisipan sambil” didongengi” narasi di balik tiap olahan selanjutnya materi pangannya. Narasi sekeliling santapan yang hendak dimakan itu diawali dari kerangka balik asal usul, adat, materi dasar, bahan, metode memasak, ataupun apa juga yang menarik di balik olahan yang dihidangkan.
Awal mulanya, Joongla bekerja di posisi Pasar Cihapit Bandung, ialah pada Juli 2022 sampai Januari 2023. Semenjak Februari 2023 sampai saat ini, mereka bekerja di salah satu penginapan di area Sukajadi, Bandung. Joongla buka tiap hari, melainkan Senin serta dalam 2 tahap per hari, tiap- tiap bertempo 90 menit.
Buat dapat menjajaki hajatan ini, partisipan wajib terlebih dahulu mereservasi tempat. Jumlah partisipan dibatasi, umumnya tidak lebih dari 8 pax. Dengan sedemikian itu, pengajuan, bagus santapan ataupun narasi yang dihidangkan, dapat efisien diperoleh serta dinikmati.
Bentuk hajatan yang’ istimewa’ versi Joongla itu dipelopori oleh pemerhati serta pelestari olahan Nusantara, Farah Mauludynna( 41) yang bersahabat disapa Dynna. Pada Pekan( 4 atau 5 atau 2025), Kompas mencoba petualangan rasa versi masa hidangan terkini mereka, yang kali ini berjudul Halo Bandoong. Di versi dahar kali ini Joongla menyuguhkan 10 menu serta 2 minuman ajudan.
Sepanjang hajatan, atmosfer antara para partisipan serta keempat chef yang bekerja terasa akrab serta tidak berjarak. Para chef itu tidak cuma meracik, memasak, serta menyuguhkan santapan, namun pula memberi kedudukan, tercantum dalam menyampaikan beraneka ragam perihal serta narasi sekeliling olahan.
Walaupun keempat chef pula dapat menceritakan, terdapat salah satu dari mereka, yang ditunjuk selaku pencerita penting. Dalam hajatan itu para partisipan pula dapat langsung berhubungan, bagus menanya ataupun balik menceritakan mengenai pengalaman ataupun wawasan mereka.
Interaksi berjalan 2 arah, gayeng, bersahabat, laiknya ngobrol- ngobrol antarsahabat lama. Keempat chef yang bekerja dalam hajatan pada umumnya berumur belia. Narasi yang mereka sampaikan juga enteng, penuh banyolan. Sungguh- sungguh tetapi bebas.
Mereka nampak amat memahami apa yang mereka sampaikan. Ini dapat dicoba sebab mereka ikut serta apalagi semenjak langkah dini perencanaan olahan. Terdapat sebagian langkah cara perencanaan hajatan sampai hari- H bersama badan regu yang lain.
Buat tema Halo Bandoong, semua prosesnya diawali semenjak September tahun kemudian. Badan regu Joongla yang ikut serta, terlebih dahulu meriset serta melaksanakan pembandingan( benchmarking), mulai dari ditaksir menu yang hendak diperlihatkan, asal, sampai standar tempat asal menu yang hendak dinaikan.
Ada beberapa tempat makan legendaris, UMKM produsen santapan, ataupun produsen materi dasar mereka datangi. Sehabis cara benchmarking berakhir serta menu- menu yang hendak dinaikan sudah didetetapkan, para ahli masak kemudian meneruskan dengan cara mencari ilham( ideation) serta menerjemahkannya ke dalam suatu hidangan.
Terdapat 2 tutur kunci yang dipakai di langkah penerjemahan, ialah area serta inovasi. Dengan ikut serta di seluruh cara itu, tidak bingung keempat chef dapat dengan amat lancar serta rinci menerangkan menu- menu yang mereka suguhkan.
Saat sebelum tema Halo Bandoong, Joongla sempat mengangkut beberapa tema persembahan fine dining menu konvensional dari beberapa wilayah di Nusantara. Sebagian di antara lain Canggung Kuciang Sumatera serta Dari mata Elang Jawa Turun ke Batin. Pula tema Puncak Dicinta Rusa Lombok Juga Datang, Bagaikan Aur dengan Tebing Nusa Tenggara Barat, dan Berhenti di Bandar Sulawesi. Seluruhnya didahului cara serta jenjang yang serupa.
Asal usul perlawanan
Di salah satu dari 2 menu persembahan penting( bermain course), Sareng, si chef bercerita pertanyaan asal- usul serta kerangka asal usul salah satu materi dasar penting yang digunakan, ialah beras ketela pohon nama lain rasi. Materi rasi telah diketahui serta disantap semenjak ratusan tahun kemudian oleh warga adat Cireundeu, pengikut keyakinan Sunda Wiwitan.
Sejarahnya, warga adat Cireundeu menyangkal komsumsi nasi dari beras serta lebih memilah rasi semenjak tahun 1918. Perihal itu paling utama dicoba selaku wujud keluhan sekalian perlawanan kepada kebijaksanaan dominasi beras yang dicoba rezim kolonial Belanda kala itu.
Oleh para chef, rasi diolah serta diinterpretasi jadi persembahan modern versi Eropa, Hash Brown. Aslinya hash brown dibuat dari kentang diparut agresif, dicampur telor kocok, dibumbui garam serta merica, kemudian digoreng dengan sedikit minyak, buat dihidangkan, umumnya, pada dikala makan pagi.
Menu asal era ke- 19 itu lalu dihidangkan bersama 2 iris daging angsa, yang pula dimasak versi pendekatan olahan Perancis. Daging angsa dari bagian dada serta pukang dimasak memakai tata cara sous vide ataupun dalam kantung hampa di air dengan temperatur terkendali.
Dikala mencicipi sembari dikasih narasi sedemikian itu, aku merasa malah’ taste bud’ kita seakan terus menjadi terelevasi alhasil membuat makanannya jadi terasa lebih enak.
Rasa’ kriuk’ serta enak dari hars brown lokal berbahan rasi itu berjumpa kelembutan daging angsa benyek, bersari( juicy) sekalian tercicip enak, paling utama dari bagian pukang. Perasaan rasanya diperkaya dengan curahan saus gulai yang banyak rasa serta aroma serba rempah.
Pangkal inspirasi
Tidak cuma menceritakan, di menu hidangan khusus para chef pula memohon para partisipan buat berupaya menduga asal olahan konvensional yang jadi pangkal inspirasinya. Perihal itu dicoba salah satunya dikala menu Tangkil dihidangkan selaku persembahan pembuka awal.
Bentuk menu Tangkil yang dihidangkan berbentuk puding sayur- mayur versi Perancis nama lain Terrine. Semacam namanya, puding itu bermuatan sebagian tipe sayur- mayur berbagai wortel, labu siam, serta baby corn.
Dikala dihidangkan, puding jernih bermuatan berbagai macam sayatan sayur- mayur itu dikucuri saus asam, pula versi olahan Perancis, Vinaigrette, berbahan penting air asam jawa. Tidak hanya itu, pula terdapat bonus lain selaku donatur komposisi rasa khas berbentuk remahan( crumble) dari emping, tempe, serta daun sitrus.
Tidak kurang ingat kondimen berbentuk semangka yang dipadatkan( compressed watermelon). Walaupun luang sedikit ragu, seusai mencicipi, mayoritas partisipan akur bila hidangan Tangkil itu termotivasi dari menu konvensional khas Jawa Barat, ialah sayur asem.
Dengan metode pengerjaan serta penyajian berlainan, sayur asem satu ini dapat dinikmati dengan metode berlainan. Ternyata dinikmati dengan metode lazim, disuap serta diseruput, sayur asem berbentuk bagian puding sayur bersaus asam ini dapat dikonsumsi semacam mencekoki santapan.
Game tebak- tebakan sembari menikmati santapan yang disajikan pula dicoba dikala menu pencuci mulut( dessert) dihidangkan, Geulis. Persembahan penutup manis ini berperforma semacam metode penyajian versi kue keju hangus Basque, Spanyol, namun berbahan dasar lokal.
Sayatan Geulis dihidangkan bersama es krim nangka serta remah- remah( crumble) dari materi kelapa selaku donatur komposisi. Dikala dini dicicipi, aroma dan rasa materi dasar tape singkongnya langsung terasa.
Perihal itu membuat para partisipan tidak sangat ragu buat langsung menduga jika hidangan itu termotivasi dari persembahan konvensional colenak. Terlebih dikala dihidangkan kue itu pula dikucuri saus cair( coulis) manis, mendekati gula merah cair versi colenak, namun kali ini memakai materi frambos( raspberry).
Beberapa partisipan amat mengapresiasi bentuk penyajian fine dining versi Joongla. Untuk mereka, hajatan versi Joongla tidak cuma mengasyikkan serta melegakan dengan cara raga, ialah dikala mencicipi berbagai macam persembahan istimewa nan enak. Beraneka ragam data serta narasi yang di informasikan pula” menutrisi” isi kepala.
” Dikala mencicipi sembari dikasih narasi sedemikian itu, aku merasa malah taste bud kita seakan terus menjadi terelevasi alhasil membuat makanannya jadi terasa lebih enak. Bisa jadi sebab ingatan- ingatan kita mengenai satu santapan pula turut terpicu dikala kita lagi menikmatinya. It brings up our memories, paling utama era kecil,” ucap Kezia Siska Laurentia, salah seseorang partisipan.
Kezia merasa style menceritakan pertanyaan santapan sembari menikmati persembahan sejenis itu amat khas style orang Indonesia yang lazim silih beralih narasi pengalaman makan dikala terkumpul. Rasanya, bagi ia, lebih semacam kumpul- kumpul keluarga besar.
Perihal itu berlainan dengan style fine dining versi restoran kuliner Barat, di mana umumnya si chef berkelana menghadiri satu per satu meja pengunjung. Ia mendatangi meja pengunjung buat menarangkan pendek menu yang dihidangkan, materi dasar, serta metode memasak saat sebelum dinikmati.
Dengan metode penyajiannya yang istimewa bersama Joongla, hajatan malah jadi pengalaman bersantap yang tidak cuma menutrisi badan, namun pula” menutrisi” otak dengan data serta berbagai macam narasi yang dipaparkan. Perut kenyang, batin suka, benak jelas.
Dalam bumi kuliner modern, pengalaman bersantap tidak lagi semata- mata pertanyaan rasa santapan, namun pula mengenai suasana, narasi di balik menu, serta interaksi yang membekas. Rancangan inilah yang ditawarkan oleh Joongla, suatu tempat makan yang mencampurkan seni menceritakan( storytelling) dengan pengalaman bersantap yang imersif. Di Joongla, santapan bukan cuma hidangan lidah, tetapi pula jendela mengarah kisah- kisah yang memegang jiwa.
Apa Itu Joongla?
Joongla bukan semata- mata restoran. Beliau merupakan pentas narasi, galeri rasa, serta tempat di mana santapan serta deskripsi berpadu jadi suatu pementasan hidup. Julukan” Joongla” sendiri berawal dari kombinasi 2 tutur:“ Joong” yang dalam bahasa Korea merujuk pada” tengah” ataupun” pusat”, serta“ la” yang ialah kependekan dari” lantern”, ikon sinar serta pencerahan. Joongla mengangkat filosofi kalau tiap santapan menaruh sinar cerita yang sedia buat dibagikan.
Dibuat oleh pendamping artis kuliner serta pengarang narasi, Joongla awal kali dibuka di area urban yang marak wisatawan adat. Mereka mengetahui kalau banyak orang makan dengan tergesa- gesa, melupakan kemampuan mendalam dari rasa serta narasi yang tercantum di dalamnya. Hingga lahirlah rancangan“ story- dining”, di mana tiap persembahan diiringi dengan deskripsi, bagus dengan cara perkataan, visual, ataupun tercatat.
Pengalaman Istimewa: Story- Dining
Sedemikian itu merambah Joongla, wisatawan langsung merasakan suasana berlainan. Bidang dalamnya didesain semacam bibliotek kuno yang elok, dengan rak- rak kusen bermuatan novel, artefak adat, dan sinar lampu temaram yang meredakan. Tiap meja didekorasi bersumber pada tema cerita yang lagi dibawakan pada masa itu—mulai dari hikayat Nusantara, dongeng Asia Timur, sampai cerita modern yang memegang batin.
Pengalaman bersantap dipecah dalam sebagian ayat, seperti membaca roman:
Awal( Appetizer)– Persembahan pembuka senantiasa diiringi dengan cerita enteng selaku pemancing angan- angan. Misalnya, salad mempelam yang fresh dihidangkan bersama cerita mengenai orang tani belia dari Bali yang menjaga kebunnya dengan penuh cinta.
Bentrokan( Bermain Course)– Di sinilah cerita penting diawali. Santapan penting umumnya muncul dengan deskripsi mendalam serta penuh emosi. Semacam dikala daging lembu dimasak sepanjang 12 jam serta dikisahkan selaku ikon peperangan seseorang bunda yang memasak untuk buah hatinya dalam cerita orang Korea.
Penanganan( Dessert)– Persembahan penutup ditutup dengan cerita yang meredakan ataupun penuh impian, semacam es krim teh melati yang melukiskan perdamaian serta kebangkitan sehabis angin besar.
Narasi- narasi ini dikisahkan oleh para abdi yang berfungsi selaku“ pencerita meja”, ataupun melalui suara halus dari audio speaker di tiap ujung ruangan, kadangkala pula lewat antisipasi visual di bilik. Tidak tidak sering wisatawan terbuat melimpahkan air mata sebab keelokan cerita yang mendampingi santapan mereka.
Memperkenalkan Marah dalam Rasa
Kelebihan Joongla bukan cuma pada narasinya, namun pula pada gimana rasa santapan dilahirkan buat berpadu dengan narasi. Misalnya, dikala memakan sup bercorak merah menyala, wisatawan hendak mengikuti cerita peperangan seseorang prajurit berumur yang mencegah desanya. Bumbu hangat yang membanjiri lidah berpadu dengan marah dari narasi, menghasilkan pengalaman multi- indrawi yang tidak sering ditemui di tempat makan lain.
Bagi Chef Hana Kim, kepala dapur Joongla, tiap bahan mempunyai ikon. Asam dapat berarti kesedihan, manis melukiskan ingatan, getir menggantikan cedera, serta enak menunjukkan pendapatan.“ Kita dapat mengantarkan banyak perihal lewat rasa, terlebih bila dibantu oleh deskripsi yang kokoh,” ucapnya.
Menu Musiman: Narasi Bertukar, Rasa Berganti
Joongla mengubah menu serta kisahnya tiap 3 bulan, menjajaki tema khusus. Sebagian tema yang sempat diusung antara lain:
“ Narasi dari Timur”– Dongeng- dongeng Asia Timur semacam Gembong serta Biarawan, Gadis dari Telaga, serta Hikayat Bulan.
“ Nusantara Bercerita”– Cerita orang semacam Malin Bermanja, Bujang Tarub, sampai dongeng asli dari kaum Dayak serta Bugis.
“ Biografi Kota”– Narasi urban kontemporer dari anak belia di Jakarta, Surabaya, serta Bandung yang berhubungan dengan santapan jalanan khas kota itu.
Dengan begitu, klien tidak hendak sempat merasa jenuh sebab senantiasa terdapat suatu yang terkini buat dikecap serta direnungi.
Komunitas serta Workshop
Joongla pula membuka ruang buat komunitas. Tiap akhir minggu, mereka melangsungkan” Malam Narasi”, di mana wisatawan dapat bawa narasi mereka sendiri serta disajikan santapan bersumber pada cerita itu. Tidak hanya itu, terdapat pula workshop” Menulis dengan Lidah” yang mengarahkan metode menulis narasi bersumber pada pengalaman rasa santapan.
Banyak pengarang pendatang baru, artis kuliner, apalagi guru serta psikolog yang terpikat dengan pendekatan ini. Mereka memandang kemampuan besar dari gimana santapan dapat jadi biasa pengobatan serta pengungkapan marah yang sepanjang ini tersembunyi.
Menghidupkan Balik Adat- istiadat Lisan
Rancangan Joongla pula dikira selaku usaha melestarikan balik adat- istiadat menceritakan dengan cara perkataan, yang bertambah tidak sering di masa digital. Dulu, orang berumur serta kakek- nenek menggambarkan cerita sembari mempersiapkan ataupun memakan santapan bersama keluarga. Joongla berupaya memperkenalkan balik atmosfer hangat itu dalam bentuk modern, yang memegang nostalgia serta membuka ruang perbincangan dampingi angkatan.
Penutup: Lebih dari Semata- mata Restoran
Joongla bukan cuma tempat buat makan. Beliau merupakan ruang buat mengikuti, merasakan, serta mengenang. Tiap kunjungan ke Joongla merupakan ekspedisi penuh emosi yang mengaitkan rasa, narasi, serta ingatan era kemudian ataupun impian era depan.
Untuk Kamu yang mencari pengalaman bersantap yang lebih dari semata- mata“ lezat” di lidah, Joongla menawarkan suatu yang tidak berharga: ikatan antara orang serta narasi, yang diikat lewat keenakan santapan. Serta di masa yang serba kilat ini, bisa jadi yang kita butuhkan cumalah segelas cerita serta sepiring rasa buat balik merasa hidup.
Post Comment