Masyarakat Jakarta Memaksa Keabsahan Tanah – Warga menekan Pemprov DKI lekas menciptakan kesamarataan agraria pengakuan hukum atas tanah
Ratusan masyarakat Jakarta yang tercampur dalam Aksi Orang buat Reforma Agraria Perkotaan mengadakan kelakuan di depan Gedung Kota DKI Jakarta, Rabu( 2 atau 7 atau 2025). Mereka menekan Penguasa Provinsi Jakarta lekas menciptakan kesamarataan agraria lewat pengakuan hukum atas tanah yang dihuni sepanjang bebuyutan sampai kejelasan ketentuan carter di rumah pangkat.
Kelakuan diawali dengan long march dari area parkir IRTI Monas mengarah Gedung Kota Jakarta di Jakarta Pusat. Di posisi kelakuan, para perwakilan desa kota mengantarkan ceramah yang menerangi ketidakpastian hukum yang sepanjang ini membayangi kehidupan mereka.
Aliansi Aksi Orang buat Reforma Agraria Perkotaan( GRRAP) terdiri dari beberapa masyarakat desa kota semacam, Desa Bayam, Akuarium, Kunir, Balokan, Krapu, Tongkol, Marlina, Elektro, Pasar Lama, Gulungan Genjer, Gulungan Bendung, Tembok Berlubang, Gulungan Kotoran, Rawa Barat, Rawa Timur, serta Bunga kekal. Terdapat pula 2 komunitas orang dagang kaki 5( PKL) yang ikut serta, ialah Komunitas Orang dagang Kecil Ancol( Kopeka Ancol) serta PKL Budi Mulya Pademangan. Mereka seluruh ialah bagian dari Jaringan Orang Miskin Kota( JRMK) Jakarta.
Kelakuan ini ikut dibantu oleh bermacam badan warga awam serta akademisi, semacam Urban Poor Consortium( UPC), Arsitek Desa Urban( Harmonis), Architecture Sans Frontières Indonesia( ASF- ID), Rujak Center for Urban Studies( RCUS), Rimpang, Cagar Urip, Universitas Indonesia, serta Badan Dorongan Hukum( LBH) Jakarta.
Nafisa dari Urban Poor Consortium, Rabu( 2 atau 7 atau 2025), berkata, sampai saat ini, masyarakat dari kampung- kampung kota itu belum mempunyai pengakuan hukum atas tanah yang mereka tempati serta mengurus dengan cara bebuyutan. Akhirnya, mereka hidup dalam kekhawatiran hendak penggusuran menuntut tanpa proteksi negeri.
” Kelakuan ini merupakan wujud peperangan masyarakat desa kota buat menemukan pengakuan hukum atas ruang hidup serta ruang upaya mereka,” tutur Nafisa.
Grupnya menekan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menyambut audiensi serta mengutip tahap aktual dalam membenarkan, mencegah, dan menjamin hak bawah masyarakat atas ruang hidup serta ruang upaya mereka di tengah kota.
” Kita ketahui benar gimana rasanya hidup di tengah ketidakpastian. Kita bukan pendatang. Kita telah bermukim serta membuat di mari sepanjang puluhan tahun,” ucap Wati, ketua alun- alun kelakuan GRRAP serta Ketua JRMK Jakarta.
GRRAP mengantarkan 4 desakan utama pada Penguasa Provinsi DKI Jakarta selaku prasyarat penerapan reforma agraria yang berkeadilan di area perkotaan. Desakan ini ditaksir menekan mengenang sedang banyak masyarakat desa kota yang hidup tanpa kejelasan hukum serta terletak di dasar bahaya penggusuran.
Awal, GRRAP menekan penerapan reforma agraria dengan cara aktual serta terukur, begitu juga diamanatkan dalam Peraturan Kepala negara No 62 Tahun 2023 mengenai Percepatan Reforma Agraria. Dalam penerapannya, desa kota wajib diposisikan selaku subyek sekalian obyek reforma agraria, bukan semata- mata pihak yang terdampak.
Kedua, GRRAP memohon supaya Pemprov DKI memutuskan posisi prioritas dan menata konsep kegiatan yang nyata serta membela pada masyarakat. Referensi kebijaksanaan yang dipakai antara lain Ketetapan Gubernur Nomor 878 atau 2018 mengenai Posisi Penyusunan Desa Prioritas, Ketetapan Gubernur Nomor 979 atau 2022 mengenai Penyusunan Desa serta Warga, dan Peraturan Gubernur Nomor 33 atau 2024 mengenai Kenaikan Mutu Kawasan tinggal.
Ketiga, masyarakat desa kota menuntut pelibatan yang bertabiat kata benda dalam Regu Gabungan Kewajiban Reforma Agraria( GTRA), cocok mandat Kepgub Nomor 574 atau 2019. Mereka menekankan kalau kesertaan masyarakat tidak bisa bertabiat simbolik, namun wajib ikut serta langsung dalam formulasi, penerapan, serta pengawasan kebijaksanaan agraria.
Keempat, GRRAP melantamkan agunan upaya untuk para orang dagang kaki 5 lewat publikasi permisi sah posisi berbisnis yang diatur dengan cara beramai- ramai oleh koperasi masyarakat, semacam Koperasi Kopeka Ancol serta PKL Budi Mulya Pademangan. Desain ini diharapkan jadi wujud proteksi ekonomi yang seimbang untuk masyarakat miskin kota.
Tidak cuma desakan waktu jauh, GRRAP pula menerangi beberapa permasalahan menekan yang wajib lekas dituntaskan oleh penguasa. Buat di Desa Bayam, mereka menuntut supaya masyarakat diserahkan hak buat balik bermukim dan dicoba konferensi terbuka untuk menata desain kediaman yang berangsur- angsur serta partisipatif.
” Kita pula menekan Pemprov DKI buat mengakhiri seluruh wujud bahaya penggusuran menuntut di Gang Sumber serta lekas berbahas langsung dengan masyarakat untuk mencari pemecahan yang seimbang,” ucap Wati.
Setelah itu, di Desa Pangkat Akuarium serta Kunir, GRRAP menerangi kesenjangan bayaran air serta listrik yang tidak cocok dengan desain rumah pangkat simpel carter( rusunawa). Pemprov DKI dimohon lekas menuntaskan pembangunan Gulungan E dan prasarana bawah yang lain, memperjelas metode pembayaran carter, serta menata peraturan bermukim yang seimbang.
Ada pula di Ambang Angke, Pemprov DKI Jakarta didesak buat lekas menerbitkan pesan ketetapan penentuan posisi peneguhan tanah. Tahap ini dikira berarti buat membagikan proteksi hukum atas tanah yang sudah diatur komunitas sepanjang bertahun- tahun.
Buat itu, GRRAP menganjurkan pembuatan project management office( PMO) selaku badan teknis eksekutif reforma agraria yang inklusif, handal, serta tembus pandang. PMO ini diharapkan bisa bertugas dengan cara langsung di dasar koordinasi GTRA, yang wajib diaktifkan balik dengan cara fungsional serta mengaitkan perwakilan desa kota dalam semua prosesnya.
Di aspek ekonomi, GRRAP pula menuntut terdapatnya pemberian permisi upaya waktu jauh, ialah minimun 10 tahun, pada koperasi PKL yang sudah teruji aktif serta mandiri. Tidak hanya itu, diperlukan kemitraan penting antara koperasi serta Penguasa Provinsi DKI Jakarta buat menghasilkan pengurusan ruang upaya yang sah, nyaman, serta berkepanjangan.
Terakhir, GRRAP menekan Pemprov DKI buat lekas menerbitkan peraturan gubernur mengenai desa pangkat selaku alas hukum untuk kediaman beramai- ramai berplatform komunitas. Mereka pula memohon pembuatan tubuh layanan biasa wilayah( BLUD) penyusunan desa buat menjamin pendanaan, kelembagaan, dan keberlanjutan program penyusunan desa yang partisipatif serta membela pada masyarakat.
Belum bisa diakses
Salah satu perwakilan masyarakat dari Desa Bayam, Paul, ikut mengantarkan erang kesahnya dalam kelakuan di depan Gedung Kota Jakarta. Beliau menuntut Penguasa Provinsi DKI Jakarta lekas membagikan akses untuk masyarakat bekas Desa Bayam buat menghuni Desa Pangkat Bayam( KSB) yang dibentuk tidak jauh dari posisi tempat bermukim mereka saat sebelum digusur.
” Hingga dikala ini, kita masyarakat Desa Bayam telah 3 tahun menanti. Kita amat berambisi dicermati selaku masyarakat Jakarta. Tempat kita digusur 3 tahun kemudian. Izinkan kita menaiki Desa Pangkat Bayam,” ucapnya.
Paul berterus terang sampai saat ini masyarakat belum menyambut kunci kediaman KSB yang terdapat di area Jakarta International Ambang( JIS), Jakarta Utara. Sementara itu, masyarakat dijanjikan bisa menaiki rusun itu saat sebelum Idul Fitri 2025.
Dekat 50 kepala keluarga( KK) sampai saat ini belum menaiki rusun serta belum mendapatkan kejelasan hukum atas hak bermukim mereka. Masyarakat Desa Pangkat Bayam berambisi penguasa lekas mewujudkan akad dini relokasi dengan membagikan keabsahan serta akses bermukim yang nyata di kediaman itu.
Perkara seragam pula dialami masyarakat di area Ambang Angke, Jakarta Utara. Ekstrak, salah satu masyarakat setempat, mengatakan, dirinya bersama ratusan keluarga lain yang sudah bermukim sepanjang bertahun- tahun di area itu sedang belum mempunyai akta ataupun dasar hak atas tanah.
Ekstrak menekan Penguasa Provinsi DKI Jakarta buat lekas menerbitkan pesan ketetapan penentuan posisi peneguhan tanah selaku wujud pengakuan serta proteksi hukum. Tanpa SK itu, tanah yang sudah lama mereka mengurus tidak diakui dengan cara sah selaku area yang hendak ditata lewat pendekatan peneguhan alhasil posisi masyarakat senantiasa rawan kepada penggusuran.
” Kita bukan pendatang. Kita membuat rumah, membesarkan kanak- kanak, serta hidup dari area ini. Tetapi, hingga hari ini, kita belum memiliki kejelasan hukum. Kita tidak memiliki akta, tidak memiliki dasar hak. Kita hidup dalam bayangan penggusuran,” ucap Ekstrak.
Bagi Ekstrak, masyarakat cuma membutuhkan proteksi atas hak bawah mereka buat bermukim dengan cara pantas serta nyaman. Mereka pula tidak menyangkal bila terdapat pembangunan, namun berambisi penyusunan dicoba dengan mengaitkan masyarakat serta menjamin hak komunitas yang sudah lama terdapat.
Kediaman vertikal
Pimpinan DPD Partai Demokrat DKI Jakarta Mujiyono mendesak Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung buat meneruskan program Peneguhan Tanah Lurus( KTV) yang ditaksir sukses menyusun area cemar jadi kediaman pantas untuk masyarakat. Program ini dikira selaku pemecahan inovatif penyusunan kawasan tinggal padat tanpa menggusur warga.
KTV ialah desain pembangunan kediaman lurus di atas tanah kepunyaan masyarakat yang digabungkan dengan cara konsolidatif. Salah satu ilustrasinya diaplikasikan di area Palmerah, Jakarta Barat, yang lebih dahulu ialah area padat serta cemar.
Saat ini, area itu sudah berganti jadi gedung 4 lantai dengan sarana kediaman yang pantas. Tidak hanya memperoleh bagian yang segar dengan pencerahan serta perputaran hawa bagus, masyarakat pula bisa menggunakan lantai bawah buat aktivitas upaya.
” Dahulu, di situ cemar serta kecil. Saat ini tiap bagian menemukan sinar mentari serta perputaran hawa yang bagus. Ini wajib diteruskan,” ucap Mujiyono.
Walaupun mensupport penuh program KTV, Mujiyono menegaskan berartinya pemasyarakatan yang global pada masyarakat supaya berhasil perjanjian bersama hal kepemilikan bagian serta penjatahan tanah. Beliau pula menerangi berartinya pandangan keterjangkauan bayaran untuk warga berpendapatan kecil.
Dikala ini, cocok Peraturan Wilayah No 1 Tahun 2024, bayaran carter rusunawa di Jakarta antara Rp 865. 000 serta Rp 1, 8 juta per bulan, di luar bayaran listrik serta air.
” Bayaran kediaman lurus ke depan wajib dicocokkan dengan keahlian ekonomi masyarakat supaya betul- betul jadi pemecahan yang inklusif,” ucapnya.
Pramono Anung sudah melaporkan komitmen buat meluaskan program Peneguhan Tanah Lurus selaku bagian dari penyusunan kediaman pantas serta reforma agraria perkotaan. Lewat RPJMD 2025- 2029, beliau mencanangkan program Jakarta Berkembang ke Atas buat mencampurkan guna layanan khalayak serta kediaman.
Pramono pula menerangkan komitmennya buat menyusun kota tanpa melaksanakan penggusuran menuntut. Tetapi, beliau menekankan berartinya razia kepada masyarakat yang menaiki tanah dengan cara bawah tangan.
Buat menuntaskan perkara status hukum tanah, Pemprov DKI hendak bertugas serupa dengan penguasa pusat, spesialnya Departemen Agraria serta Aturan Ruang atau Tubuh Pertanahan Nasional( ATR atau BPN). Kerja sama ini tertuju buat membagikan kejelasan keabsahan tanah untuk masyarakat desa kota serta masyarakat area bantaran bengawan, saat sebelum penguasa mengutip tahap penyusunan lebih lanjut.
Sedangkan itu, relokasi beberapa masyarakat Desa Bayam ke kediaman Desa Pangkat Bayam dikala ini sedang terkendala penataran pembibitan kegiatan yang belum berjalan.
Pramono sudah memerintahkan PT Jakarta Propertindo( Jakpro) buat mendampingi masyarakat dalam cara menyesuaikan diri, tercantum sediakan penataran pembibitan supaya mereka bisa jadi orang tani kota. Perihal ini berarti buat mendesak masyarakat mandiri serta tidak tergantung pada dorongan.
Bagi Pramono, relokasi bukan cuma semata- mata pemindahan tempat bermukim, namun wajib memegang pandangan sosial serta ekonomi dengan cara global.