Alexa slot Alexa99 alexa99 kiano88 kiano 88 alexa slot

Tersangka Kasus Pertamina Bertambah Sembilan Orang

Tersangka Kasus Pertamina Bertambah Sembilan Orang

Tersangka Kasus Pertamina Bertambah Sembilan Orang – Delapan tersangka langsung ditahan penyidik. Sementara satu tersangka.

Kejaksaan Agung kembali menetapkan sembilan tersangka dalam perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina periode 2018-2023. Salah satu tersangka, M Riza Chalid, beneficial owner PT Orbit Terminal Merak, gali77 merupakan sosok yang pernah disebut-sebut dalam skandal politik ”Papa Minta Saham”.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) Abdul Qohar mengatakan, penyidik menetapkan sembilan tersangka baru dalam dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina 2018-2023. Penetapan dilakukan setelah pemeriksaan secara maraton sejak pagi hari dan didasarkan pada alat bukti yang cukup.

”Masing-masing tersangka telah melakukan berbagai penyimpangan yang merupakan perbuatan melawan hukum dan tata kelola minyak yang mengakibatkan kerugian negara maupun kerugian perekonomian negara,” kata Qohar dalam jumpa pers di Kejagung, Kamis (10/7/2025) malam.

Kesembilan tersangka itu adalah Alfian Nasution selaku VP Supply dan Distribusi PT Pertamina (Persero) tahun 2011-2015; Hanung Budya Yuktyanta selaku Direktur Pemasaran & Niaga PT Pertamina (Persero) tahun 2014; Toto Nugroho selaku SVP Integrated Supply Chain tahun 2017-2018; Dwi Sudarsono selaku VP Crude and Product PT Pertamina (Persero) 2018-2020; dan Arief Sukmara selaku Direktur Gas, Petrochemical & New Business, PT Pertamina International Shipping.

Empat tersangka berikutnya adalah Hasto Wibowo selaku SVP Integrated Supply Chain tahun 2018-2020; Martin Haendra Nata selaku Business Development Manager PT Trafigura 2019-2021; Indra Putra Harsono selaku Business Development Manager PT Mahameru Kencana Abadi; dan terakhir Muhammad Riza Chalid selaku beneficial owner PT Orbit Terminal Merak (PT OTM).

Mereka dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Dalam kasus ini, anak Riza Chalid telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka, yakni Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa. Kerry diduga mendapatkan keuntungan dari kegiatan impor minyak mentah dan produk kilang atau BBM.

Menurut Qohar, setelah ditetapkan sebagai tersangka, delapan tersangka langsung ditahan penyidik. Sementara satu tersangka, yakni M Riza Chalid, diduga sudah tidak berada di Indonesia.

”Khusus MRC (M Riza Chalid), selama tiga kali berturut-turut dipanggil dengan patut, tetapi tidak hadir. Berdasarkan informasi, yang bersangkutan tidak tinggal di dalam negeri. Untuk itu, kami sudah bekerja sama dengan perwakilan kejaksaan Indonesia di luar negeri, khususnya di Singapura. Kami sudah ambil langkah-langkah karena informasinya ada di sana untuk menemukan dan mendatangkan yang bersangkutan,” tutur Qohar.

Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, kesembilan orang itu sudah dilakukan pencegahan agar tidak pergi keluar negeri demi memudahkan proses penyidikan. Rupanya, pada saat itu Riza Chalid diketahui sudah tidak berada di Indonesia.

Nama Riza Chalid sempat disebut dalam skandal politik ”Papa Minta Saham” yang melibatkan eks Ketua DPR Setya Novanto pada 2015. Sudirman Said, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral saat itu, melaporkan Setya Novanto yang menjabat Ketua DPR ke Mahkamah Kehormatan DPR.

Sudirman melaporkan Setya terkait pencatutan nama presiden dan wakil presiden dalam perbincangan tentang saham Freeport antara Presiden PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, Setya, dan Riza Chalid. Tidak ada yang dijerat hukum atas skandal politik itu, tetapi Setya mundur dari jabatan Ketua DPR.

Penyimpangan
Dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina, menurut Qohar, ada beberapa penyimpangan dan tindakan melawan hukum yang dilakukan para tersangka. Penyimpangan itu di antaranya dalam perencanaan dan ekspor minyak mentah, pengadaan dan impor minyak mentah, perencanaan dan impor BBM, penyimpangan dalam sewa kapal, hingga penyimpangan sewa terminal BBM dengan PT OTM.

Selain itu, diduga terjadi penyimpangan dalam proses pemberian kompensasi produk Pertalite, hingga penyimpangan berupa penjualan solar nonsubsidi kepada pihak swasta yang dijual di bawah harga dasar.

Khusus terkait dengan PT OTM, penyidik menemukan bahwa perusahaan itu membuat perjanjian dengan PT Pertamina Patra Niaga untuk melakukan sewa tangki yang berlaku selama 10 tahun. Pada saat itu sebenarnya Pertamina belum memerlukan tambahan tempat penyimpanan.

Terkait perjanjian tersebut, seharusnya dalam waktu 10 tahun itu fasilitas tangki PT OTM menjadi milik PT Pertamina Patra Niaga. Namun, rupanya diduga terjadi intervensi sehingga klausul itu dihilangkan dari kontrak.

”Padahal, sudah jelas ada klausul kalau sudah 10 tahun, maka menjadi aset PT Pertamina Patra Niaga. Itu dihilangkan. Kerugiannya berdasarkan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) sebesar Rp 2,9 triliun khusus untuk PT OTM dengan perhitungan total loss,” ujar Qohar.

Namun, Qohar menegaskan, penyimpangan yang disampaikan tersebut hanya sebagian dari dugaan tindak pidana yang terjadi. Hingga saat ini penyidik masih mendalami perkara itu.

Kerugian negara
Terkait dengan kerugian, ujar Qohar, penyidik tidak hanya menghitung kerugian negara, tetapi kini juga ditambah dengan kerugian perekonomian negara. Total kerugian negara dalam kasus ini sebesar Rp 285 triliun, yang merupakan gabungan dari kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar menambahkan, penyidik telah memeriksa 273 saksi dan 16 ahli dalam perkara tersebut. Penetapan sembilan tersangka itu menjadi bukti bahwa penyidik masih terus mendalami dan mengembangkan perkara itu.

Dengan bertambahnya tersangka, total ada 18 tersangka dalam kasus ini. Kesembilan tersangka tahap pertama akan segera disidangkan karena berkas perkara sudah di tangan jaksa penuntut umum.

Mereka adalah Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne (EC) selaku VP Trading Produk PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock and Product Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional, Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, dan Agus Purwono (AP) selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.

Sementara dari pihak swasta terdapat Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim, serta Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Penyidikan terhadap kasus dugaan korupsi dalam proyek pengadaan dan distribusi bahan bakar milik PT Pertamina (Persero) terus bergulir. Terbaru, Kejaksaan Agung Republik Indonesia menetapkan sembilan orang tambahan sebagai tersangka dalam perkara yang merugikan negara hingga triliunan rupiah ini. Penambahan tersebut diumumkan dalam konferensi pers yang digelar pada Rabu (9/7) di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah, menyampaikan bahwa sembilan orang ini merupakan hasil pengembangan dari penyidikan sebelumnya, yang telah menjerat sejumlah petinggi di lingkungan Pertamina serta pihak swasta yang terlibat dalam proyek-proyek pengadaan strategis di sektor energi nasional.

“Kami telah menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan sembilan tersangka baru. Mereka terdiri dari pejabat di lingkungan Pertamina, konsultan pengadaan, serta pihak swasta yang terlibat dalam pengaturan tender dan mark-up harga,” ujar Febrie dalam pernyataannya kepada media.

Peran Para Tersangka
Dalam penjelasannya, Febrie menguraikan peran masing-masing tersangka. Beberapa di antaranya disebut terlibat langsung dalam proses pengambilan keputusan proyek pengadaan BBM dan infrastruktur penyimpanan di beberapa wilayah, seperti Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Papua.

Salah satu tersangka yang paling disorot adalah HS, mantan Vice President Supply Chain Management Pertamina, yang diduga menjadi aktor kunci dalam pengaturan proyek dan pembagian fee kepada pihak-pihak tertentu. HS disebut bekerja sama dengan tersangka lainnya dari pihak swasta, seperti AW dan BL, yang berasal dari perusahaan konsultan teknik dan vendor penyedia alat industri migas.

Selain HS, terdapat juga nama DP, pejabat senior di anak usaha Pertamina, yang disebut berperan dalam merekayasa hasil evaluasi teknis agar memenangkan perusahaan tertentu. Dari penyelidikan awal, diketahui bahwa sebagian besar proyek yang dimenangkan tersebut ternyata memiliki spesifikasi yang tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan dan menyebabkan pembengkakan biaya.

“Kami juga menemukan bahwa sejumlah proyek fiktif diloloskan dan dananya dicairkan meski tidak pernah direalisasikan. Ini yang memperkuat dugaan korupsi sistemik dalam tubuh BUMN ini,” tambah Febrie.

Potensi Kerugian Negara
Berdasarkan perhitungan awal yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan penyidik Kejagung, potensi kerugian negara dalam kasus ini mencapai lebih dari Rp 3,2 triliun. Jumlah ini berasal dari proyek-proyek pengadaan infrastruktur penyimpanan BBM yang tidak berjalan, pembelian alat yang tidak sesuai spesifikasi, serta pembayaran kepada vendor yang tidak menyelesaikan proyek.

Proyek yang menjadi sorotan dalam kasus ini antara lain pembangunan terminal BBM di wilayah Indonesia Timur, pengadaan pompa dan pipa distribusi, serta proyek digitalisasi distribusi BBM yang tidak pernah berjalan meskipun anggaran telah dicairkan.

“Dari temuan sementara, kami yakin bahwa ini bukan kasus yang berdiri sendiri. Ada jejaring yang sistematis yang bertujuan menguras dana perusahaan untuk kepentingan pribadi dan kelompok tertentu,” jelas Febrie.

Tersangka Ditahan
Seluruh tersangka telah menjalani pemeriksaan intensif sejak pekan lalu. Usai penetapan status tersangka, sembilan orang tersebut langsung ditahan di beberapa rumah tahanan yang berbeda guna memudahkan proses penyidikan dan mencegah adanya potensi penghilangan barang bukti.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, menjelaskan bahwa penahanan dilakukan selama 20 hari pertama dan dapat diperpanjang jika dibutuhkan. Ia juga menyebut bahwa pihaknya masih membuka kemungkinan adanya tersangka baru.

“Tim penyidik terus mendalami aliran dana dan keterlibatan pihak lain. Tidak tertutup kemungkinan jumlah tersangka akan bertambah, termasuk dari kalangan petinggi di Kementerian terkait atau lembaga pengawas,” ungkap Ketut.

Respons Publik dan Pemerintah
Kasus ini mendapat perhatian luas dari masyarakat dan pemangku kepentingan, mengingat Pertamina merupakan BUMN strategis yang menjadi tulang punggung sektor energi Indonesia. Banyak pihak yang mendesak agar Kejaksaan Agung tidak hanya berhenti pada aktor-aktor teknis, tetapi juga membongkar kemungkinan keterlibatan pejabat politik atau pihak lain yang punya pengaruh besar dalam pengambilan kebijakan strategis.

Lembaga pemantau korupsi Indonesia Corruption Watch (ICW) menyambut baik langkah Kejaksaan Agung, namun menekankan pentingnya transparansi dan pengungkapan yang menyeluruh.

“Penetapan sembilan tersangka baru menjadi sinyal positif, namun kami menantikan pengungkapan penuh jejaring kasus ini. Jangan sampai hanya berhenti pada aktor lapangan tanpa menyentuh aktor intelektualnya,” ujar peneliti ICW, Kurnia Ramadhana.

Sementara itu, Kementerian BUMN melalui pernyataan tertulis menyatakan dukungannya terhadap proses hukum yang sedang berjalan. “Kementerian BUMN menghormati dan mendukung penuh proses hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung. Kami percaya bahwa proses ini akan memperkuat tata kelola perusahaan dan menegakkan prinsip good corporate governance,” tulis pernyataan tersebut.

Evaluasi di Tubuh Pertamina
Pihak Pertamina sendiri juga angkat bicara terkait penetapan tersangka tambahan ini. Melalui juru bicaranya, Fadjar Djoko Santoso, Pertamina menyatakan akan kooperatif dan mendukung penuh proses hukum. Ia juga menegaskan bahwa Pertamina telah melakukan sejumlah evaluasi internal, termasuk menonaktifkan pegawai yang ditetapkan sebagai tersangka.

“Pertamina berkomitmen memperbaiki tata kelola dan mencegah terjadinya penyimpangan di masa depan. Kami sedang memperkuat sistem audit internal dan pelaporan,” kata Fadjar.

Selain itu, audit investigatif juga akan dilakukan oleh lembaga independen guna menelusuri proyek-proyek yang berpotensi bermasalah dalam lima tahun terakhir.

Penutup
Kasus korupsi di tubuh Pertamina menambah daftar panjang persoalan integritas di BUMN strategis. Dengan penambahan sembilan tersangka ini, publik berharap ada penyelesaian hukum yang tegas, adil, dan menyeluruh. Penindakan bukan hanya soal menghukum pelaku, tapi juga memperbaiki sistem agar kasus serupa tidak terulang. Kejaksaan Agung pun diharapkan tetap konsisten dan transparan hingga kasus ini tuntas di meja hijau.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *